REVIEW FILM SAYAP-SAYAP PATAH

review sayap sayap patah

Seperti FTV dengan taburan bintang papan atas, itulah satu kalimat yang menggambarkan film Sayap-sayap patah bagi saya dan tim cinematic.id lainnya. Menonton film sayap-sayap patah tanpa memasang ekspektasi apapun justru tetap saja menghasilkan banyak sekali pertanyaan yang akan kami tuangkan dalam review kali ini. Memang review kali ini tidak sepanjang biasanya, penjelasan teknis yang tidak sebanyak biasanya, namun silakan dibaca secara pelan-pelan.

SAYAP SAYAP PATAH SEBAGAI FILM FIKSI


Sekali lagi saya perlu ingatkan bahwa ini adalah film fiksi. Apapun yang terjadi dalam film fiksi hanya terjadi di dimensi film tersebut saja. Film adalah suatu produk seni. Kejadian terkait tokoh, setting, maupun cerita di dalam film haruslah dinilai di dalam film itu sendiri bukan dari tokoh, setting, atau cerita di kehidupan nyata. Bahkan apabila ada karakter bernama Joko Widodo dengan wajah, profesi, sifat, bentuk tubuh dan segala kesamaanya dengan presiden Joko Widodo, walaupun itu diperankan oleh presiden Joko Widodo pun, tokoh Joko Widodo dalam film tersebut bukanlah Joko Widodo yang ada di dunia kita.

Selain itu, dalam mereview sebuah film sebaiknya kita juga mengesampingkan segala sesuatu di kehidupan nyata. Menjudge film buruk hanya karena produsernya dianggap sebagai buzzer adalah tindakan tidak tepat, apalagi jika ternyata belum menonton. Dengan cara berpikir demikian, review dan penilaian terhadap film diharapkan menjadi lebih objektif. Walaupun saya juga akan membahas aspek politis dalam review ini, saya akan berusaha memberikan pendapat pribadi saya terhadap film ini dengan seobjektif mungkin. Saya juga tetap menggunakan pendekatan realistis dikarenakan saya anggap perlu. Hal tersebut karena cerita ini memang berdasar kisah nyata dan sebagian besar penonton menganggap apa yang ada di film adalah kurang lebih sama dengan dunia nyata.

DI BALIK LAYAR SAYAP-SAYAP PATAH


Walaupun diproduseri oleh Denny Siregar yang notabene dipandang sebelah mata, film ini sebenarnya tidak main-main dalam pembuatannya. Bisa kita lihat film ini ditaburi sineas-sineas profesional yang tidak diragukan pengalamanya. Di kursi sutradara ada Rudy Soedjarwo, sutradara kawakan yang pernah menggarap Ada Apa Dengan Cinta dan Mengejar Matahari. Penulis skenarionya ada Monty Tiwa yang pernah menggarap Denias, Get Married, dan banyak film lainnya. Music directornya Andi Rianto yang juga sangat berpengalaman di soundtrack perfilman, dimana yang saya tahu setidaknya ada 70 film Indonesia yang musiknya digarap oleh beliau. Dari aktor sendiri ada Nicholas Saputra, Ariel Tatum, Iwa K, Nugie, Edward Akbar, Poppy Sovia, Ariyo Wahab, Khiva Iskak, Dewi Irawan, Gibran Marten, Revaldo, Aden Bajaj dan artis Indonesia papan atas lainya.

Beberapa petinggi film Sayap Sayap Patah


REVIEW ASPEK PENCERITAAN DI FILM SAYAP-SAYAP PATAH


Sinopsis


Film Sayap-Sayap Patah berkisah tentang seorang anggota Densus 88 berpangkat Inspektur Dua Polisi bernama Sudarmaji atau Aji (Nicholas Saputra) dan Nani (Ariel Tatum) yang hidup bahagia karena Nani diketahui sedang hamil anak pertama.

Dikisahkan pada suatu hari, ada sebuah rumah tahanan yang dibobol oleh para tahanan, hingga memicu kerusuhan yang sangat besar hingga terjadi pada Aji. Impiannya untuk hidup bahagia bersama Nani pun menjadi sirna.

Inspirasi Cerita


Latar dari film Sayap-Sayap Patah adalah kejadian kerusuhan di Mako Brimob tahun 2018 silam. Seluruh kejadian benar-benar terinspirasi dari kerusuhan nyata tersebut mulai dari latar tempat yang berlangsung di Mako Brimob Cimanggis, latar waktu kejadian pada 8 Mei 2018 pukul 19.30 WIB dan berakhir pada 10 Mei 2018 pukul 07.15 WIB. Bahkan hal-hal detail misalnya tewasnya beberapa orang polisi, pelaku kerusuhan yang menggunakan senjata rampasan, keterlambatan 'paket' dari narapidana dan kelalaian petugas. Begitu juga dengan hal diluar Mako Brimob misalnya kejadian pengeboman Polrestabes Surabaya.

Iptu Yudi Rospuji, salah satu korban kerusuhan Mako Brimob yang menjadi inspirasi film


Iptu Sulastri, salah satu korban kerusuhan Mako Brimob yang menjadi inspirasi film



Walaupun terinspirasi dari kejadian nyata, tetap saja ada hal yang tidak sama. Misalnya saja ledakan yang terjadi di pintu gerbang Polrestabes Surabaya dimana adegan ledakan dari kendaraan bermotor diganti dengan martir seorang wanita remaja dengan penampilan yang jauh dari stigma teroris. Tokoh utama yaitu Ipda Sudarmaji juga terinspirasi dari Tokoh nyata alm. Iptu Yudi Respuji yang istrinya melahirkan tepat sehari setelah kejadian. Kejadian yang tidak sama ini sebaiknya kita semua tidak mempermasalahkan karena kita harus ingat sekali lagi bahwa ini adalah film fiksi yang terinspirasi kejadian nyata.

Ada beberapa pendapat bahwa film ini adalah hasil plagiat dari film yang berjudul kurang lebih sama, Broken Wings. Namun jika menurut saya jika alur cerita film ini sepertinya tidak terinspirasi dari Broken Wings. Sayap-Sayap Patah berfokus tentang kisah asmara Ipda Aji dengan istrinya yang diwarnai konflik karena kesibukan sang suami mengejar gembong teroris yang tentunya sangat berbeda dengan Broken Wings yang bercerita tentang dua mahasiswa yang jatuh cinta namun terhalang perbedaan kelas sosial.


Plagiat Broken Wings
Film yang diduga plagiat dari Broken Wings


Alur Cerita


Opening filmnya digambarkan dengan cukup bagus, tangga dramatiknya sebenarnya sudah tepat, penonton langsung diajak melihat masalah dengan penyergapan, penangkapan anggota teroris, interogasi, dilanjutkan identifikasi karakter, Nani hamil, lalu 'trigger' teroris tertangkap, kantor polisi dibom dan lain sebagainya.

Tapi ketika masuk pertengahan film, temponya menjadi benar-benar sangat lambat. Dari total dua jam waktu tayang film ini, mayoritas film berkutat di drama antara Aji dan Nani. Sejam di tengah-tengah itu cuma adegan mereka berdua. Mungkin niatnya buat build up ke adegan terakhir biar penonton makin sedih, tapi menurut saya tidak berhasil karena bagi saya pribadi tidak menyentuh hati dan satu bioskop saya tidak melihat ada yang menangis ketika atau setelah menonton film ini.

Memasuki ending sudah cukup lumayan yaitu para tahanan yang lepas dari sel. Di adegan terakhir ada scene yang menurut saya bisa lebih bagus lagi jika diubah. Saat Aji dibunuh Leong, dia seolah-olah melihat Nani ada di sana tersenyum padanya, padahal Nani sedang melahirkan. Saya merasa adegan ini akan lebih menyentuh kalau dibalik, Nani yang sedang berjuang melahirkan seolah-olah melihat Aji yang datang menemani dan menggendong anak mereka. Padahal saat itu Aji sedang dalam proses meregang nyawa di Mako Brimob.

Treatment


Bicara soal treatment, filmnya cukup gamang antara mau dibuat realis atau stylist. Cerita, artistik, akting realis tapi musiknya (walaupun bukan ku menangis) tapi tetap dramatis ala sinetron Indonesia, terutama string di sequence tengah. Subliminal message nya juga ragu. Di scene bom Surabaya, pada umumnya orang akan berpendapat agar dipakaikan atribut keagamaan seperti jilbab hitam besar atau cadar. Tentu ini untuk kebutuhan treatment realis dan mendukung logika cerita sekaligus menilik bahwa teroris Indonesia rata-rata didoktrin menggunakan basis atau dalih agama. Bisa kita lihat, di Indonesia tidak ada teroris yang menggunakan pakaian terbuka yang tidak 'menutup aurat' semisal bikini. Tapi di film ini, talent menggunakan pakaian netral yang umum digunakan ibu-ibu Indonesia.

Tapi saya paham bahkan saya pribadi juga setuju. Film bukan hanya kebutuhan penyutradaraan, ada konsekuensi lain di promosi, distribusi dan hukum. Dengan menggunakan wardrobe tertentu, pasti menimbulkan kesan aksi terorisme identik dengan agama tertentu sehingga perlu adanya prinsip kehati-hatian. Bagi orang awam yang menonton, secara tidak langsung akan menganggap sebagai memperburuk citra agama tertentu dan berakibat filmmaker dianggap sebagai penista agama, mengingat sebenarnya tidak ada ajaran agama apapun yang mengajarkan untuk berbuat demikian. Namun, adegan tersebut sebenarnya tetap bisa dilakukan, misalnya sebagai gantinya bisa mencari treatment yang lain seperti karakter anak yang jadi “pengantin” diberi background karakter terlebih dulu.

Saya menganggap cukup penting karena selama ini kasus terorisme di Indonesia selalu berbasiskan agama. Seringkali, untuk bermain aman, pelaku terorisme selalu dijelaskan oleh segala kalangan dengan "sebenarnya agama mereka bukan ini atau itu, ateis, konspirasi yahudi" dan alasan lain yang sebenarnya kurang bisa diterima nalar, tanpa pernah menjelaskan bagaimana runtutan yang sebenarnya. Yang terjadi, kita jadi tidak pernah belajar tentang alam pikiran teroris hingga kita bisa mengantisipasi adanya kejadian tidak diinginkan, melainkan hanya mencari kambing hitam, sampai kasus sejenis terus terulang.

REVIEW ASPEK SINEMATOGRAFI DI FILM SAYAP-SAYAP PATAH


Fotografi


Saya merasa di bidang fotografi tidak banyak yang dapat direview. Secara umum cukup bagus dan memenuhi standar film pada umumnya. Hanya saja, dalam beberapa pengambilan gambar, terasa ada pergerakan kamera, zoom in out yang kasar dan justru membuat pusing padahal untuk cerita yang dibawakan tidak perlu pengambilan gambar seperti itu. Selain itu, beberapa adegan khususnya action, eksekusi nya sering meleset, discontinuity beberapa shot yang sangat jelas, tapi output gambar dari pengambilan gambarnya cukup menarik.

Lighting overall juga cukup bagus. Namun ada sebagian hal yang menurut saya terlalu 'overused' dalam penggunaan lighting untuk efek flare. Walaupun begitu, efek ini sangat bagus dalam menggambarkan adegan 'sedih yang seharusnya bisa bahagia'. Dalam ruangan, khususnya ketika bertemu teroris di kantor ataupun di tahanan, lighting yang dibuat dengan efek mencekam dan efek ketika netral atau bahagia saya rasa cukup pas.

Audio


Dengan adanya Andi Rianto sebagai music director, musik yang ditampilkan dan soundtrack yang mengiringinya juga seirama dengan adegan yang ditampilkan. Tata musik dan suara yang disajikan juga cukup mendukung suasana. Apalagi di scene akhir iring-iringan mobil jenazah yang berbalut soundtrack film itu sendiri, “Kutunggu Senyummu” oleh Ipang Lazuardi, lumayan keren.

Sayang sekali ada beberapa bagian dimana dramatisasi musik kurang beriringan dengan gambar dan terlalu berlebihan misalnya ketika scene Aji menyesali kepergian Nani ke Jakarta terkesan memaksa penonton untuk bersedih. Selebihnya semua berjalan dengan baik.

Editing


Ada hal yang keren dari film ini yaitu hampir seluruh scene dipikirkan sedemikian rupa. Dalam bidang grading, untuk menggambarkan tugas kepolisian yang ekstrim seperti memberantas terorisme, bertaruh dengan hidup atau adegan-adegan mengerikan, nuansanya akan menjadi lebih dark dan suram, lalu menjadi cerah ketika scene romansa berjalan.

Pemeranan


Nicholas Saputra dan Ariel Tatum, karakter utama

Berbeda dengan film festival, sebagai film komersial, daya tarik dari sebuah film benar-benar sangat diperlukan. Untuk itu film ini menggunakan Nicholas Saputra dan Ariel Tatum sebagai talent utama. Dengan marketing yang cukup profesional ditambah adanya kedua tokoh utama tersebut benar-benar cukup membuat film ini populer terutama di kalangan kaum hawa yang kangen akan penampilan Nicholas Saputra dan pada akhirnya bisa menembus 2 juta penonton ketika tulisan ini dibuat.


Sayang sekali, penggunaan Nicholas Saputra menurut saya justru mengurangi kualitas dari film ini dalam segi akting. Saya masih merasa akting Nicholas Saputra kaku, kalah dengan akting Ariyo sebagai senior Aji dan Iwa K sebagai bos teroris yang keduanya aslinya musisi. Disini pula saya menemukan 'hidden gem', bahwa ada banyak aktor yang bisa dibilang 'kurang terkenal' bahkan berlatar bukan aktor/aktris, namun secara akting bagus.

Iwa K , hidden gem


Saat di scene terakhir waktu Aji menantang Leong untuk membunuhnya, saya pribadi tidak merasa tersentuh atau sedih. Tentu bukan karena 'perasaanmu kurang kuat' tapi memang aktingnya tidak cukup bagus untuk menghasilkan perasaan itu. Nicholas Saputra bagi saya hanya punya satu ekspresi yaitu terkesan cool dimata wanita. Bagi saya, Nicholas Saputra seharusnya lebih tepat untuk memerankan adegan-adegan cool atau menyebalkan daripada adegan yang membuat sedih.

Property dan Artistik


Ada hal yang paling saya amati dari adegan action de adalah penggunaan senjata dalam actionnya. Dalam beberapa adegan, terlihat para anggota Densus tersebut menggunakan Colt M4, Armalite AR-10, Steyr AUG, sampai SS1 sebagai property. Senjata tersebut benar-benar tidak terlihat unsur airsoftnya. Saya menduga bahwa yang digunakan dalam persenjataan tersebut adalah senjata asli milik Densus 88. Dalam kenyataannya, Densus 88 benar-benar mengoperasikan semua senjata tersebut.

Lalu adegan selanjutnya yang menarik adalah dimana Kantor Polisi Surabaya dibom. Dalam hal ini, ledakan yang dibuat sangat terasa kurang maksimal. Efek tembok hancurnya sangat terlihat kalau itu tidak natural atau CGI. Luka-luka beserta debunya benar benar seperti muka dicoret-coret hitam. Berbeda dengan coret-coret wajah dan make up yang jelek, ada hal menarik yang berasal dari properti film ini, yaitu perut Ariel Tatum yang terasa sangat asli. 

Make up yang sangat jelek sekali


Koreografi


Saat melihat sinopsis atau alur cerita singkatnya, saya teringat akan kedua film The Raid. Coba bayangkan, cukup gantikan gembong narkoba dengan teroris dan apartemen dengan mako brimob maka mungkin akan tercipta film yang rasanya sama asalkan digarap dengan profesional. Permasalahannya, film ini tidak menggunakan aktor dan stuntman yang berkutat dalam beladiri, bahkan filmmakernya juga bukan spesialis fight scene. Namun adegan tersebut justru lebih realistis dikarenakan dalam dunia nyata, hampir tidak ada perkelahian yang serapi The Raid.

Perbandingan Sayap Sayap Patah dan The Raid


Khususnya adegan percintaan suami istri setelah "Ibu gak ada di rumah", sebagai penggambaran bahwa keluarga Aji adalah pasangan suami istri yang harmonis dan penuh cinta, disini terdapat adegan seksual ringan. Apakah perlu ditampilkannya adegan tersebut? Untuk mengetahui jawabanya bisa baca lagi tulisan di blog ini.

Baca : Apakah Sex Scene Perlu?

Tetap salut sama sutradaranya karena memperhatikan hal-hal detail. Contohnya saat adegan penangkapan oleh Densus di awal film, mereka yang menodongkan senjata, jari telunjuknya tidak di pelatuk, tapi lurus di badan senjata. Walaupun terlihat aneh, ini justru cara yang sesuai supaya tidak terjadi penembakan tidak sengaja. Terkadang ditarik dengan sedikit tenaga saja senjata bisa meletus. Bandingkan dengan gaya polisi di sinetron Indonesia yang jarinya di pelatuk terus sambil lari-lari. Kalo beneran, udah ketembak duluan kakinya. Artinya dalam hal yang cukup detail ini, sutradara tidak asal-asalan, tetapi berkonsultasi dengan ahlinya terlebih dahulu. Tetapi di sebagian lain ada hal yang cukup janggal, yaitu ada beberapa anggota Densus 88 yang senjatanya dilengkapi vertical grip namun cara memegangnya masih dipegang larasnya. Apakah karena tidak melibatkan anggota Densus 88 asli?

Cara memegang senjata yang benar

UNSUR POLITIS DALAM FILM


Sesungguhnya, di kalangan penikmat film dan teman-teman di sekitar saya, film ini tidak terlalu menarik apalagi dengan adanya lawan yang tayang bersamaan "Mencuri Raden Saleh". Saat pertama kali diumumkan, saya pribadi mengira film ini hanya akan sekelas film YouTube saja. Tapi setelah mengetahui yang membintanginya adalah Nicholas Saputra dan Ariel Tatum, terbuktilah totalitas para bohir dari film ini melalui Denny Siregar, untuk industri yang mungkin bagi beliau baru. Ipda Sudarmaji sebagai babang Densus tamvan ini menjadi daya tarik yang kuat, sehingga film ini prediksi saya akan cukup banyak penontonnya terutama oleh kaum hawa, namun prediksi saya tetap sulit untuk menjadi top 10 film terlaris Indonesia sepanjang masa. Namun, ada beberapa faktor yang membuat film ini bisa menjadi perbincangan politis.

Dianggap Sebagai Film Propaganda dan Pengadu Domba


Film ini dirilis di waktu yang tidak tepat dimana justru rilis di tengah mencuatnya kasus Ferdy Sambo. Ditambah lagi adanya embel-embel 'diproduseri oleh Denny Siregar' yang sudah mendapat cap sebagai Buzzer Pemerintah. Ditambah lagi, dalam promosinya Denny Siregar sempat memberikan pernyataan "Lupakan Sambo, Selamat Datang Nico". yang justru semakin membuat film ini habis-habisan mendapat cemoohan netizen dan masyarakat. Ditambah lagi film ini dikesankan menceritakan seolah tokohnya adalah polisi yang melawan kelompok radikal atau sering disebut kadrun.

Postingan Denny Siregar


Oleh karenanya, di kalangan pengamat film juga dianggap sebagai film propaganda yang setingkat dengan film G30S PKI. Perbedaanya adalah, G30S PKI mengarahkan untuk menjatuhkan PKI dan film ini ditujukan membela instansi kepolisian yang sedang terpuruk citranya dan membentuk sentimen negatif kepada agama atau kelompok tertentu yang dianggap intoleran, yang kerap digemborkan oleh Denny Siregar dan kawan-kawanya.

Menampilkan Beberapa Identitas 'Pro Pemerintah'


Dalam beberapa scene dalam filmnya, banyak sekali hal tersirat yang menunjukkan bahwa film ini menunjukkan keberpihakan kepada pemerintah yang dalam hal ini adalah institusi Polri. Beberapa hal yang jelas-jelas teridentifikasi adalah munculnya adegan tampilan berita televisi dimana yang menyiarkan berita tersebut adalah Cakra TV dan Pro TV. Tau kan maksud dari keduanya merujuk kemana?
Cakra TV?


Kejadian Yang Menjadi Referensi Bertepatan Dengan Ditahannya Ahok


Harapan saya tidak sampai film ini membuat orang yang kritis maupun penasaran bertanya-tanya "di manakah Ahok saat itu yang konon sedang menjalani hukuman di situ juga?". Jika masih penasaran, Ahok yang kala itu menjadi tahanan dalam kasus penistaan Agama, tidak bijak apabila menempatkan satu sel dengan tahanan kasus terorisme. Tahanan penista agama dengan Teroris (yang berbasis agama) bagaikan minyak dan air. Saya rasa memang sudah seharusnya Ahok pada waktu itu ditempatkan secara terpisah dengan tahanan kasus terorisme dan kedua pihak tidak akan pernah bertemu. Untungnya adegan seperti ini tidak ditampilkan.

Memperburuk Marwah Instansi Kepolisian


Tidak bisa dipungkiri, salah satu dari sekian banyak tujuan dari film ini adalah sebagai salah satu bentuk penanggulangan krisis internal institusi Polri yang saat ini sedang diguncang. Hal tersebut ditunjukan melalui banyak hal secara tersirat misalnya rumah Ipda Aji yang digambarkan sangat sederhana, sangat loyal terhadap institusi dan disaat yang bersamaan sangat menyayangi istrinya, sifat seluruh polisi yang tampil di layar 'sangat mulia', dan sebagainya, tetapi menempatkan polisi yang justru sebagai korban.

Namun tujuan tersebut sepertinya justru tidak tercapai, bahkan sebaliknya, mengingat banyaknya adegan yang menunjukkan ketidakprofesionalan Polri dan justru mempermalukan institusi Polri sendiri. Hal pertama ditunjukkan ketika adanya penyerangan bom bunuh diri yang dilakukan di kantor polisi. Bagaimana bisa institusi Polri yang sudah ada hampir bersamaan sejak proklamasi kemerdekaan tidak bisa memitigasi hal-hal yang bisa menjadi potensi ancaman sampai aparat (atau sistem deteksi) di kantor polisi tidak sadar jika ada orang mencurigakan yang membawa bom sampai meledak di kantor polisi.

Lalu dengan adegan 'inti' yaitu adanya kerusuhan di Mako Brimob yang mana menurut banyak pendapat ahli, kejadian tersebut hanya kerusuhan biasa dimana kebetulan kali ini korbannya adalah polisi. Dalam film, kejadian itu justru secara gamblang digambarkan murni karena kesalahan Polri sendiri karena Polri sebagai operator dan pengontrol sebuah rumah tahanan tapi tidak mampu menguasai situasi. Hal tersebut digambarkan kantor sekelas Mako Brimob yang kosong tidak ada orang, pengaman ruang tahanan yang hanya 2 orang, penjaga tahanan yang justru lebih tunduk terhadap tahanan, tidak ada SOP dalam berbicara dengan tahanan seperti membawa kunci ke dalam sel, tidak menjaga jarak dengan tahanan, mendekat ke jeruji saat berbicara dan lain sebagainya.

Padahal, Brimob dan Densus 88 ini merupakan pasukan elit dengan kemampuan khusus dari institusi Polri, seharusnya punya keunggulan mutlak dalam berbagai bidang, mulai dari jumlah personil, persenjataan, desain rutan, perlengkapan keamanan, CCTV, kecepatan backup, metode penanggulangan, tindakan tersistem dan sebagainya. Apalagi hal tersebut justru terjadi di dalam 'kandang sendiri'. Ditambah lagi dengan kisah polisi yang sudah dilengkapi senjata tapi namun tidak digunakan entah karena apa dan akhirnya justru tersandera sementara teman-temannya yang tertangkap banyak yang dibantai.

Belum lagi dengan penggambaran-penggambaran kecil yang lain misalnya senjata yang sekilas seperti mirip produk PT Pindad bisa ada di tangan teroris, metode ketika sedang melakukan interogasi, cara mencari informasi atau intel yang justru berpotensi besar berakibat salah sasaran, operasi kejut yang seharusnya senyap justru menghebohkan masyarakat sekitar TKP, komunikasi antar polisi yang tidak menggunakan saluran terenkripsi malah melalui aplikasi Whatsapp yang notabene sangat mudah sekali untuk diretas atau disadap. Cerita-cerita yang terjadi justru menurut saya lebih dari cukup membuat stigma polisi jadi kurang bagus, tidak berkompeten, perlu evaluasi mendalam bahkan perlu adanya reformasi besar di tubuh Polri.

Apabila salah tujuan dari film ini adalah demi citra Polri, saya rasa dengan membuat film berbudged miliaran tidak efektif apabila menggunakan cara seperti ini. Saya pribadi merasa di Institusi Polri masih banyak polisi yang jujur dan tidak jarang juga saya mendapatkan pelayanan polisi yang keren. Tetapi memang sangat sulit untuk memaksa masyarakat untuk menerima hal yang mungkin bertentangan dengan akal sehat. Bayangkan saja ketika selama ini jutaan rakyat menjadi korban dari para oknum polisi, mereka justru dipaksa dan dicekoki untuk percaya bahwa polisi itu baik, jujur, hebat, tulus, penolong, pelindung, pengayom, pembela rakyat, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, jalan terbaik untuk krisis ini adalah berubah melalui tindakan nyata.

PELAJARAN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DARI FILM SAYAP-SAYAP PATAH


Walaupun film ini kontroversial, namun tetap banyak pelajaran yang bisa kita dapat. Salah satunya adalah kehidupan berumah tangga. Kehidupan rumah tangga yang nampak sempurna sekalipun ternyata di dalamnya pasti terdapat masalah sekecil apapun itu. Nina adalah istri yang cantik. Suaminya ganteng, tergolong cukup mapan, rumah ada, kerjaan aman, perwira, anak sebentar lagi lahir. Tapi hidup akan terasa hambar apabila tanpa adanya masalah (drama) bukan? Masalah memang bukan untuk dihindari, tapi dikelola. Dari film sayap-sayap patah, ada beberapa hal yang saya pelajari dalam konteks kehidupan rumah tangga.

Komunikasi

Rumah tangga adalah organisasi antara suami dan istri, meski hanya berdua namun komunikasi juga penting. Memberikan istri kabar apabila harus bertugas atau pulang tidak seperti biasanya. Begitu pula istri mengabari jika terjadi sesuatu. Jika memang tidak bisa secara lisan, ada banyak cara berkomunikasi misalnya dengan teks, WA, melalui rekan kerja, atau apapun caranya. Hal tersebut memang sepele tetapi cukup untuk mengurangi rasa khawatir akan pasangan kita.

Diceritakan pada film tersebut, suami terlalu sering menghilang secara tiba-tiba, tanpa memberi tahu istri sebelum menghilang dan tidak pernah ditunjukan bercerita tentang pekerjaanya. “Kamu gak paham gimana rasanya jadi istri yang ga tahu suaminya di luar sana aman atau engga. Aku tuh gak tahu apa yang harus aku siapin untuk kamu, selimut atau kain kafan?!.” Dialog tersebut memperlihatkan puncak permasalahan yang dirasakan istri yang suaminya kurang terbuka dengan istrinya.

Memang, Aji tiba-tiba menghilang dari rumah karena tugas, bukan karena melakukan tindakan tidak terpuji misalnya selingkuh, mabuk-mabukan atau hal tidak berfaedah lainya. Sang istri juga didiagnosa preeklampsia, namun tidak bilang ke suaminya. Padahal sekecil apapun penyakit, dalam kondisi hamil itu rentan sekali. Tetapi sebagai pasangan, komunikasi itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Mau baik atau buruk, kita tidak bisa selalu menganggap 'biar dia tenang, tidak kepikiran'' karena segala permasalahan dalam rumah tangga adalah masalah kita bersama, harus kita hadapi bersama dan akan kita selesaikan bersama. 

Dalam film, memang diceritakan komandan sangat memahami kondisi keluarga anak buahnya. Namun dalam dunia nyata terkadang tidak selalu seperti itu. Ada kalanya pimpinan atau rekan kita yang kurang pengertian, atau bahkan ada upaya memecah belah keluarga dari siapapun itu. Semoga bagi yang sudah menikah atau akan menikah selalu terbuka dan memprioritaskan percaya hanya kepada pasangan ya. Jangan pernah percaya ucapan selain pasangan, kecuali sudah melihat dengan mata kepala sendiri dan memverifikasi kebenarannya.
 

Mengetahui tanggung jawab masing-masing

Dalam hidup, kita tidak hanya dibebankan tanggung jawab hanya kepada keluarga. Apapun profesi kita, mau karyawan swasta, hingga pengusaha paling sukses di dunia pun, kita juga memiliki tanggung jawab untuk itu. Berprofesi sebagai polisi, atau profesi sejenis semisal tentara hingga agen (mata-mata), tentunya memiliki tanggung jawab dan jam kerja yang berbeda dengan pekerja kantoran. Sebagai pasangan harus memahami pekerjaan dan tanggung jawab pasanganya. Dan suami sebagai kepala keluarga harus dapat memanage' tanggung jawab tersebut. Jangan sampai ada yang terabaikan
 

Menghargai momen penting keluarga

Ketika dunia tak mempercayai kita lagi, bisa jadi hanya keluargalah (orang tua, pasangan) yang mau menerima kita tanpa syarat. Momen penting keluarga, seperti hari kelahiran anak tentunya sangat penting. Sebaiknya, perlu mempersiapkan jauh-jauh hari seperti mengatur jadwal cuti, ijin kepada atasan dan lain sebagainya. Walaupun belum menjadi suami, saya yakin akan ada keinginan kuat untuk menemani istri di saat momen begitu. Pun istri, tak perlu sungkan untuk ditemani suami.

APAKAH FILM INI PERLU?


Saya cukup menganggap kalau film yang mengangkat tema semacam ini penting dan harus ada. Sebagai negara yang pernah kebobolan hingga bom meledak beberapa kali, cerita yang punya irisan dengan kasus terorisme mesti dibuat. Pertanyaannya melalui kacamata mana cerita itu diceritakan? Tidak seperti Mencuri Raden Saleh yang fokus ke aksinya, Sayap Sayap Patah memilih menceritakan peristiwa “Mako Brimob” melalui kisah kehidupan Aji, seorang anggota Densus 88 yang mempunyai istri sedang mengandung 7 bulan.

PENILAIAN / RATE


3.8 dari 10

KESIMPULAN


Jika film ini dimaksudkan sebagai ‘propaganda’ seperti kebanyakan orang bilang, maka menurut saya justru sebaliknya. Masih perlu riset mendalam kembali agar menimbulkan rasa bangga, bukan hanya rasa kasihan. Usai menonton, sebagai masyarakat sipil biasa, perasaan saya tidak berubah ketika melihat Polisi. Tidak lantas ingat setiap ada polisi akan teringat Nicholas Saputra, atau perjuangan yang dihadapi para Polisi lainnya di film Sayap-sayap patah.

Film ini masih jangkauan 'aman' menurut saya karena apabila film itu bagus ya bagus aja. Film G30/S PKI yang sangat jelas sebagai propaganda orde baru pun saya anggap film tersebut sangat bagus apalagi untuk ukuran pada masanya. Saya tidak setuju hanya karena ada Denny Siregar dibelakang film ini, lalu film ini dihujat atau dinilai secara tidak objektif. Saya tetep nonton dan mengapresiasi karena filmnya masih layak diramaikan dan banyak pelajaran hidup yang didapat di dalamnya. Untuk ukuran film Indonesia, Sayap-Sayap Patah ini cukup bagus, apalagi jika dibandingkan film Indonesia lain yang ini kebanyakan horor atau komedi. Namun film ini belum menyentuh hati saya.

Author : Mahendrayana Setiawan Triatmaja

0 comments