MENGUAK TEKNIK MARKETING NAGITA UNTUK ES TEH

 
teknik marketing es teh indonesia
Salah satu bentuk kritik dengan meme.

Kamu iikut dalam pertikaian gula, teh, atau justru riding the wave numpang promosi? Bagi yang belum tahu soal es teh dan gula, harap gelar tikar. Kita mulai cerita menarik ini dari sini.

 

Nagita CEO Es Teh Indonesia dan Teknik Penglarisnya


Bisnis waralaba Es Teh Indonesia yang viral baru baru ini sebetulnya adalah 'BUMN' alias Badan Usaha Milik Nagita. Tahu ratu Nagita kan? Oh iya, berdasar informasi yang saya dapat, Nagita ini baru saja ditunjuk menjadi CEO. Artinya sebagai selebriti dan public figure sekaligus pengusaha top, adalah hal yang ‘biasa’ jika perusahaan yang dipimpinnya menggunakan teknik yang mengundang perhatian untuk batu loncatan pertama. Mengingat hampir semua pengusaha di bidang entertainment dan para selebriti sudah terbentuk mindset agar menggunakan teknik serupa sebagai ‘pelaris’ dan menaikkan namanya, maka tidak heran jika banyak spekulasi terkait meroketnya nama Es teh setelah sensasi gula di twitter. Namun, jujur saya sendiri selama ini cukup tahu dan kurang tertarik dengan produk ini.

Masih ingat tragedi penamparan fenomenal di penganugerahan piala Oscar? Sebelum berlanjut, kalian bisa membacanya di: Membuat kontroversi untuk eksistensi

Oleh karenanya, wajar apabila public menduga bahwa ini hanyalah sebuah setingan saja dengan skenarionya adalah ada pembeli yang membeli produk ETI (@gandhoyyy) melakukan kritik dengan kata-kata ala twitter yang barbar dan terkesan caper. Setelah itu muncul akun random (@AdhityaHanzak) yang terkesan memanas-manasi pihat ETI bahwa hal tersebut melanggar UU ITE dan ditanggapi oleh pihak ETI dengan melayangkan somasi. Diharapkan adanya perbincangan diantara masyarakat yang membahas ketiga pihak tersebut maka semakin viral, jadi trending topik dan outputnya adalah nama ETI menjadi terkenal di masyarakat. Yang penting orang tahu nih bahwa di nusantara ini ada brand minuman kekinian bernama ESTEH. 

kasus es teh di twitter
kamu nyumbang like, reply, atau retweet?

Manisnya Sensasi Esteh


Apakah menggunakan strategi seperti itu akan berisiko mengingat yang dipertaruhkan adalah konsumen yang menghilang? Tentu saja iya. Oleh karenanya, perlu dimiminalisir dengan cara pihak yang memberikan kritik haruslah dengan cara yang bagi kebanyakan orang adalah cara yang salah sehingga tidak sulit untuk membela pihak ETI. Beberapa pihak juga sudah dipasang agar membela dan membenarkan tindakan ETI dengan narasi yang cukup masuk akal dan sangat meyakinkan. Kita pun tahu bahwa Nagita Slavina bukanlah orang sembarangan. Para ahli, analis dan karyawannya pun tentu juga bukan sembarangan. Sehingga, semua keputusan pasti semua sudah diperhitungkan resikonya bahkan sudah disiapkan contingency plan untuk melakukan hal ini. Lagiupula, lambat laun orang juga akan melupakan kejadian ini, tetapi nama ETI akan lebih terkenal.

Riding The Wave


Andaikata makian pelanggan tersebut asli bukan setingan pun, nama ETI juga kecipratan untung semakin terkenal. Sudah wajar apabila pihak ETI melakukan somasi karena akun yang mengkritik sudah viral terlebih dahulu dan jadi trending. Memberikan somasi juga bukanlah sesuatu yang  dilarang, bahkan ini adalah hak hukum sebagai warga negara.

Ikut numpang biar makin tenar dan viral bisnisnya juga adalah hal yang cerdas, tentu saja jika seluruhnya diperhitungkan. Sehingga dengan adanya kejadian "ketidakpuasan pelanggan yang dibumbui makian" inilah celah bagi Nagita untuk memviralkan dengan melakukan somasi sekaligus dengan harapan mendapatkan “iklan gratis”. Kritik pelanggan tersebut juga tetap akan menjadi masukan untuk pihak ETI dalam evaluasi produknya.

BELAJAR DARI KASUS INI


Terkait gula yang dipakai 3 kg, apakah benar? Apakah masuk akal? Kira-kira cup ukuran 18oz cukup tidak untukt memuat 3 kg gula mengingat 18 oz itu sama dengan 532 ml dan gula 3 kg itu sama dengan 3000 ml? Apakah 3 kg gula bisa dijadikan cairan kurang dari 18 oz? Disini saya tidak akan membahas itu maupun tentang kandungan gula, masalah kesehatan akibat gula dan sejenisnya karena saya sendiri bukan ahlinya. Tetapi ada hal yang harus kita pelajari dari fenomena sosialnya. Setidaknya, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dengan tetap melihat perspektif dari kedua belah pihak.
 

Etika dalam menyampaikan kritik dan menerima kritik


Kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki kekurangan dari objek atau hal yang telah kita lakukan. Hal ini tentu berbeda dengan hinaan atau makian dimana hal tersebut adalah ungkapan, pernyataan, perilaku yang tidak sopan atau mencemooh, baik disengaja atau tidak. Walaupun ungkapan atau pernyataan tersebut adalah fakta tetapi hal tersebut lebih bertujuan untuk merendahkan subjek.

Kita mulai dulu dari pihak yang mengkritik. Idealnya, kritik sebaiknya ditujukan langsung kepada pihak yang dikritik, tanpa diketahui orang selain pihak yang dikritik. Tentunya ke orang yang tepat ya misalnya ke Manajer, karena jika ditujukan ke karyawan bisa dipastikan akan bodo amat. Manajer lah yang bertanggung jawab mengevaluasi dan membahas kinerja outlet. Bisa juga melalui saluran kritik seperti customer service. Namun terkadang terdapat hal yang mungkin mengakibatkan kritik tidak bisa disampaikan secara langsung atau tidak mungkin ditanggapi. Oleh karenanya, modern ini, kritik bisa dilakukan secara terbuka misalnya melalui sosmed dengan memperhatikan kaidah hukum dan etika tentunya.

Namun ada hal yang kita harus ingat, dalam mengkritik, kita akan menempatkan pihak yang kita kritik itu dalam posisi bertahan. Instingnya menjadi defensif, tak peduli sebesar apa salahnya, mereka akan tetap membela diri. Boleh jadi kita adalah orang yang terbuka dan siap menerima kritik, tapi tidak semua orang sama terbukanya seperti kita. Di dunia ini banyak orang yang berpikiran sempit dan tak segan melakukan apa saja demi mempertahankan harga dirinya. Kita mungkin akan merasa sangat "gatal" sekali untuk menyampaikan suatu kritik, namun selalu coba pikirkan dua hal berikut ini:

  • Apa konsekuensi dari kritik yang kita sampaikan?
  • Apa yang coba kita raih dengan kritik kita?

Pertama, konsekuensi dari kritikan. Hasil dari kritik yang disampaikan itu sangat tergantung pada penerimaan orang yang dikritik, bukan pada cara kita menyampaikannya. Sehingga dalam mengajukan kritik, untuk menghindari bias apakah yang kita ucapkan termasuk kritik atau makian, maka sangat perlu menghindari kata-kata kasar. Salah satu metode yang dianggap efektif untuk seluruh lapisan adalah metode hamburger (beri pujian terlebih dahulu, baru beri kritikan lalu beri pujian lagi). Namun dalam hal ini, pihak ETI adalah perusahaan yang cukup besar, berpengalaman, terdidik. Saya pun yakin dalam menyampaikan kritik cukup secara to the point apa kekurangannya. Misalnya tidak enak, terlalu manis, atau apapun dan itu sangat wajar. Tetapi sekali lagi, tidak disertai kata-kata makian apalagi dengan menyebutkan beberapa makhluk di kebun binatang.

Kedua, apa yang kita harap atau raih. Perlu kita ketahui, bahwa dalam hal pembeli membeli sesuatu kepada penjual, bagaimanapun penjual adalah pihak yang selalu diuntungkan dalam hal ini. Apabila ternyata sesuatu yang kita beli tidak memuaskan, hal tersebut tetaplah kerugian pembeli dan keuntungan penjual. Termasuk apabila kita memberikan kritikan kepada penjual. Oleh karenanya, sebagai pengkritik jangan sampai kita sudah rugi uang, rugi mendapat produk buruk, memberikan evaluasi yang tidak dibayar, ditambah lagi dipenjara hanya karena es teh. Bukan berarti kita tidak boleh mengkritik, tetapi jangan sampai maksud baik kita menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

Lanjut ke pihak yang diberikan kritik. Semenyakitkan apapun, kritik tetap saja sebagai salah satu bentuk dari kegiatan membangun. Sehingga, sudah sewajarnya jika ada orang yang secara memberikan kritik, kita yang dikritik tidak terbawa perasaan atau emosi dan menindaklanjuti kritik tersebut secara elegan tanpa ada sedikitpun baper. Karena sekali lagi, dalam hal ini pihak yang dikritik tetaplah pihak yang mendapat keuntungan mutlak, apalagi jika yang dikritik adalah pihak yang melakukan bisnis atau mendapat profit. Mari dari sekarang kita terapkan dalam pola pikir kita bahwa dikritik berarti kita diingatkan akan adanya hal yang dapat membuat kita selamat dari hal yang dapat menghancurkan di masa depan dan dihina berarti kita mendapat potensi mendapatkan simpati dari masyarakat. 

 Manfaatkan apapun itu menjadi kesempatan


Selain untuk evaluasi, perusahaan profit oriented seharusnya juga memanfaatkan kritik untuk membuka peluang baru. Misalnya dengan menambah produk dengan embel-embel healthy, less sugar, atau bahkan bisa menjadi bahan untuk mengembangkan bisnis yang lain misalnya bisnis di bidang yang berkaitan dengan kesehatan. Termasuk apabila yang dilakukan konsumen itu bukan kritik misalnya hinaan, perusahaan seharusnya memanfaatkan hinaaan tersebut sebagai kesempatan besar dalam mengembangkan bisnisnya dengan cara yang elegan, kreatif, sesuai dengan nilai-nilai 'baik' di masyarakat dan tidak melawan kondisi pasar.

Mungkin masyarakat sudah mulai lupa dengan tim legal erigo yang mensomasi penjual di platform e-commerce yang bahkan tidak menjual barang milik erigo. Keteledoran ini dimanfaatkan oleh brand brand lain untuk unjuk gigi sebagai kompetitor atau riding the wave. Salah satunya Arei yang mampu menjadi pilihan kedua selain erigo. Namun kejadian ini sudah ditutupi oleh berbagai macam promosi dan kampanye oleh erigo. Yang sekarang dibenak pengguna erigo adalah brand yang masuk ke Fashion week New York.

Masahah Esteh ternyata juga banyak produk yang cukup besar misalnya saja Chatime yang memanfaatkan kejadian ini sebagai kesempatan untuk lebih gencar beriklan. Bahkan perusahaan yang baru merintis juga melakukan hal yang serupa. Bisa kita lihat kata-kata sejenis "Good Tea Without UU ITE" tersebar di mana-mana sejak. Apapun itu, mau blunder dari kompetitor, kritik atau hinaan konsumen, bahkan kesalahan yang kita lakukan secara tidak terduga pun bisa kita jadikan sebagai sarana untuk membalikan keadaan menjadi keuntungan kita.
 

               Kegagalan demo produk tesla yang dimanfaatkan menjadi free ads oleh Elon Musk
 

Perlunya pengambilan keputusan yang tepat


Sudah seharusnya apabila kita mendapatkan berita atau informasi, kita tidak langsung menelan mentah-mentah informasi tersebut. Apapun informasinya, pilihanya ada 2 yaitu abaikan jika tidak penting atau berdampak pada kita atau tabayun atas informasi tersebut jika dirasa ada korelasi atau kepentinganya dengan kita. Sehingga kita bisa objektif dalam menelaah sesuatu, tidak membela pihak-pihak yang terlibat hanya dari luarnya saja dan mengambil keputusan yang tepat. Hal tersebut sebenarnya pernah saya tulis di : Langkah Memverifikasi Informasi

Bagi saya pribadi, mengangkat nama diri dengan cara melakukan tindakan kontroversial sebenarnya adalah batu loncatan yang sangat beresiko tinggi dan kemungkinan terjadi kegagalan juga sangat tinggi. Dalam melakukan ini (mensomasi pengkritik, baik betulan ataupun setingan), perlu ada hal yang dikorbankan, dalam hal ini adalah nama baik dan tentu saja sebagian konsumen akan membenci produk kita lalu kabur, mengingat banyak sekali produk lain yang bisa menjadi substitusi produk kita.

Somasi memang hak. Penghinaan di sosmed itu termasuk kerugian imateril. Hal yang sah jika kita harus melayangkan somasi. Sama halnya seperti kita seorang atasan, kita berhak untuk memarahi anak buah untuk membina, tetapi ada hal lebih bijak daripada sekedar memarahi karena ada dampak buruknya. Adalah hal yang tidak bijak apabila kita mempermasalahkan suatu masalah tanpa mempertimbangkan kejadian kejadian lain yang mungkin akan terjadi diluar skenario. Kita juga harus tau bahwa no response is a response. 
 
Adminnya harus tahan baper

 

Apakah sensasi itu perlu? Sangat perlu bahkan menurut saya adalah sebuah keharusan. Beginning is always the hardest part, kita perlu melakukan hal cerdas yang bisa mempermudah kita untuk memulai bisnis kita dengan cara mengundang sensasi namun tetap tidak mengorbankan nama baik kita. Masih ingat film Tilik? Ya, film tersebut "diangkat" dengan sensasi tanpa perlu mengorbankan nama baik dari film tersebut maupun orang yang terlibat di dalamnya dan berakhir menjadi film pendek terlaris di Indonesia.

Author : Mahendrayana Setiawan Triatmaja

0 comments