MEMBUAT JINGLE UNTUK IKLAN

MEMBUAT JINGLE UNTUK IKLAN

 “Indomie..seleraku, Indomie-indomie seleraku..indomie dari dan bagi,,,Indonesia”. Kebanyakan dari kita pasti membaca kalimat barusan sambil menyanyi. Begitulah kekuatan jingle, bisa tak lekang dari generasi ke generasi. Jingle yang bagus bahkan bukan hanya menyampaikan pesan tapi sampai dapat menjadi bagian dari brand yang kuat. Jingle itu apa sih, bagaimana bikinnya? Yuk kita bahas.

 

DEFINISI JINGLE

Dalam hal ini tentu saja dalam konteks iklan atau kampanye ya. Menurut kamus merriam-webster, definisi dari jingle adalah :


Setidaknya dari definisi tersebut kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa struktur yang harus ada agar dapat disebut jingle adalah :

- Repetition (pengulangan)

Jika kita teliti, sebenarnya inilah yang menjadi inti dari jingle. Entah itu pengulangan kata, bait, nada dan irama. Saking krusialnya, sebuah jingle sangat mungkin dibuat dengan pengulangan 1 kata aja. Misalnya dengan nama brand, diulang-ulang, dibalut dengan nada.

- Catchy (mudah diingat)

Oleh karenanya, jingle itu harus sederhana dan mudah dicerna. Ini akan berpengaruh pada pemilihan kalimat dan kata. Lirik jingle yang sederhana, direct, dan straight forward akan lebih mudah untuk diterima dan diingat daripada lirik yang rumit berbunga-bunga bak pujangga. Namun selain itu, yang tidak kalah penting adalah musik yang ear catching. Hal inilah yang sangat berpengaruh kepada ketahanan daya ingat audience.

Karena 2 hal inilah, ada 1 jingle yang menurut saya unik dan sangat memenuhi 2 hal tersebut:

Iklan Aqua 90-an ini, liriknya cuma "Aquaaaaaa" tapi terngiang.

Namun tentu saja apapun itu harus sesuai dengan kebutuhan. Walaupun memungkinkan membuat jingle hanya dengan satu kata saja, namun apabila tidak memungkinkan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dengan lirik yang sedikit, jingle dapat dibuat dengan lirik yang banyak atau panjang asalkan tetap memenuhi 2 struktur diatas. Esensi dari pengulangan adalah kita akan lebih mengingat dan merasuk apabila sesuatu tersebut diulang-ulang. Namun tetap saja harus catchy ya.

 

PERBEDAAN JINGLE, MARS DAN HYMNE

Terkadang, dalam proses pembuatan atau ketika musik sudah 100% jadi, terdapat perdebatan bahwasanya musik tersebut apakah dikategorikan sebagai jingle, mars atau hymne. Bahkan dalam suatu perlombaan semisal lomba pembuatan jingle, juri masih memperdebatkan kepada sesama juri apakah lagu ini termasuk jingle atau bukan. Tidak jarang hanya karena musik tersebut ternyata tidak masuk dalam definisi jingle, musik yang dianggap bagus itu pun terpaksa kandas atau terdiskualifikasi. Oleh karenanya, kita juga harus memahami antara ketiga jenis musik ini.

Jingle pada dasarnya adalah logo yang dikemas berbentuk audio yang ditujukan untuk pihak eksternal. Bisa dibilang jingle adalah mnemonic device atau alat bantu ingat untuk pihak eksternal. Musik, nada, irama, yang catchy memiliki daya penetrasi yang kuat untuk masuk dan tinggal di dalam benak manusia dalam waktu yang sangat lama.

Oleh karenanya, jingle biasa digunakan sebagai iklan. Saat mereka mendengar jinglenya, mereka akan langsung ingat dengan brandnya. Jika sudah ingat brandnya, apabila sudah menjadi top of mind, maka bisa jadi sebuah keputusan misalnya untuk membeli produk. Atau sederhananya, mereka ingat, mereka dengar, mereka beli.

Mars adalah lagu penyemangat yang ditujukan untuk pihak internal, sering juga lagu berbentuk mars ini dapat digunakan untuk mengiringi parade, proses, gerak jalan seperti drum band ataupun marching band.

Hymne adalah sejenis nyanyian pujaan, biasanya bersifat khidmat, khusyu dan pencerahan. Hymne juga diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan. Selain sebagai pujaan, hymne juga sebagai bentuk lagu untuk mendoakan ataupun wujud rasa syukur yang disampaikan dalam bentuk lagu.

Setelah mengetahui hal tersebut. Apakah pembaca bisa mengelompokkan musik musik berikut apakah jingle, mars, atau hymne?


 

SKILL YANG DIBUTUHKAN UNTUK MEMBUAT JINGLE

Pada dasarnya ada 2 skill dasar yang dibutuhkan untuk membuat jingle yaitu Copywriting dan Bermusik.

"Susah ya bikin jingle, harus bisa bikin musik. Kan saya ga bisa bikin musik".

Tidak, tidak begitu. Kedua skill tersebut sebenarnya adalah 2 skill yang berbeda. Oleh karenanya, dalam membuat jingle ada 2 peran yang ahli dalam masing-masing skill tersebut. Untuk skill copywriting, skill ini akan diisi oleh orang atau tim yang disebut Copywriter. Sedangkan untuk bermusik, skill ini akan diisi oleh orang atau tim yang disebut Musisi, atau jika musisi tersebut mengkhususkan diri di bidang jingle kita sebut Jingle Maker.

Jika harus dibagi tugasnya, peran seorang Copywriter dalam membuat jingle tentu saja dengan menganalisa insight dari tujuan membuat jingle. Setelah maksud dan tujuan ditemukan, mulailah membuat liriknya. Setelah lirik dibuat, peran Copywriter selanjutnya adalah berkoordinasi/briefing kepada musisi misalnya seperti mood jingle ingin dibuat seperti apa dan bagaimana. Barulah musisi disini bekerja membuat musik sesuai dengan brief. Setelah jadi, Copywriter melakukan supervisi apakah musiknya sudah sesuai dengan brief atau belum. Jika ada yang belum sempurna, maka dilakukanlah revisi baik lirik maupun nada musik.

Jadi tenang, Copywriter tidak harus bikin musik. Urusan musik tentu saja sebaiknya akan diserahkan kepada yang jauh lebih ahli dan berpengalaman di bidang musik. Copywriter cukup fokus kepada skillnya yaitu komunikasi. Namun bukan berarti Copywriter blank soal musik ya. Jika memang bergerak di urusan komunikasi yang melibatkan suara semisal jingle, setidaknya Copywriter juga harus paham minimal tentang prinsip dasar musik. Begitu juga Musisi juga harus memahami skill-skill dasar copywriting agar dapat memberikan masukan. Oh iya, sebenarnya Copywriter dan Musisi bisa dijabat oleh 1 orang saja lho.

BEBERAPA JINGLE YANG DIANGGAP LEGENDA

Coba baca tulisan dibawah tetapi tidak sambil nyanyi.

  • Kosong delapan kosong sembilan delapan sembilan empat kali, Telkom Net Instant
  • Cintai ususmu, minum yakult tiap hari.
  • Susu bendera coklat nikmat, hingga tetes terakhir. Susu saya susu bendera
  • Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis kini ada ekstraknya
  • Sedotannya kuat, semburannya kenceng. Shimizu. Basah deh.
  • Santai belum lengkap tanpa Silver queen
  • Jarum jarum jarum, tujuh enam
  • Putih bersih berseri. Aroma yang memikat. Bahan yang serbaguna. Tepung beras Rosebrand


Mana dari tulisan di atas yang tidak dibaca sambil nyanyi? Jika ada, maka tentu saja jingle tersebut sudah berhasil dalam menyerang daya ingat kita untuk selalu mengingat produk tersebut. Ketika sudah ingat, mulai ada suara-suara di otak kita, teringat brandnya, lalu kita ingin membeli produknya.

Tapi tentu saja itu proses idealnya. Dalam prakteknya, proses komunikasi brand tidak akan semudah itu. Bikin jingle sendiri tidak mudah. Kita harus menyampaikan brief komunikasi brand menjadi sebuah lagu yang hanya disampaikan dalam waktu yang singkat atau bahkan dalam hitungan detik saja. Diperlukanlah proses agar jingle menjadi efektif sebagai alat komunikasi.

BAGAIMANA PROSES DALAM MEMBUAT JINGLE?

Pertama, selayaknya orang yang bergerak di bidang komunikasi yang baik, sudah seharusnya kita membaca semua brief yang ada. Apa komunikasi yang ingin dibangun? Hal-hal apa saja yang ingin disampaikan kepada audience terkait dengan brand, produk atau kampanye? Pemahaman di tahap pertama ini sangat penting sebelum kita masuk ke proses kreatif

Kedua, setelah memahami semua briefnya, mulailah untuk mencoret-coret kata-kata yang sekiranya berhubungan dengan brand, brief, dan komunikasi yang ingin disampaikan. Kumpulan kata-kata ini bisa berupa benda, situasi, feeling atau apapun itu yang terdapat korelasi dengan tujuan komunikasi. Kata-kata ini jika memiliki rima satu sama lain tentu nilai plus karena sangat membantu untuk proses selanjutnya

Ketiga, merangkai kata-kata yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah lirik. Tentu saja sesuai dengan struktur dan definisi jingle yang benar ya.

Untuk studi case kita bisa lihat jingle yang pernah saya buat dalam lomba PSA Jenius. Walaupun sebenarnya tidak ada batasan kreativitas dalam membuatnya, namun dengan menggunakan jingle, ternyata tim Jenius menyukainya dan pada akhirnya menjadi juara 1

Brand : Jenius
Produk : Jasa keuangan
Brief : Jenius ingin mengkomunikasikan tentang keamanan dalam bertransaksi. Dalam kejadian, banyak petugas palsu yang mengatasnamakan Jenius dalam menipu nasabah. Tidak ada batasan metode cara penyampaian
Ide : Menggunakan jingle agar masyarakat bisa terngiang-ngiang akan iklan atau pesan yang ditampilkan

Oleh karenanya, tim mengumpulkan kata-kata yang berhubungan dengan brand, keamanan dan metode penipuan dalam transaksi keuangan seperti
Jenius
Saldo
Penawaran
Pemaksaan
Petugas palsu
Kode OTP
Data pribadi
Dll.


Dan jadilah lirik seperti ini :

Hati-hati dengan si palsu
Berikut cara jenius hindari si palsu
Agar selalu terjaga saldomu
Waspada selalu pada penawaran yang tak perlu
Apalagi caranya memaksa
Jangan beritahu kode OTP dan data pribadi
Itulah dia pasti si palsu
Ingat selalu, cara jenius hindari si palsu
Agar selalu terjaga saldomu

 



Keempat, berkoordinasi dengan Musisi. Musisi disini akan membuat nada yang ear catching sesuai dengan brief dan lirik. Apabila terdapat lirik yang tidak perlu atau sulit menjadi berima dengan nada, maka musisi akan memberikan saran untuk mengganti lirik.

Kelima, setelah musik jadi, dilakukan revisi hingga terbentuklah suatu masterpiece jingle yang sempurna. Hal ini tentu saja harus melibatkan banyak pihak semisal reviewer independen, ahli pemasaran dan ahli psikologi jika memang diperlukan.

Keenam, jika diperlukan visual dalam balutan jingle, maka tahapan selanjutnya adalah merancang visualisasi dari jingle tersebut dengan berkoordinasi dengan ahlinya, misalnya Sutradara iklan.

KESIMPULAN

Sekarang sudah jelas ya, bahwa jingle bukan lagu biasa. Unsur kreativitas dari musik dan copywriting berperan erat dalam pembuatan sebuah jingle. Setiap peran yang ada dalam tim produksi jingle harus memahami identitas brand serta pesan yang akan disampaikan sejelas-jelasnya. Sebab, jingle merupakan bagian dari identitas brand seperti halnya logo maupun nama produk, jadi value-nya jangan sampai tertinggal.

Author: Mahendrayana Setiawan Triatmaja

0 comments