Apakah Film Fiksi Harus Sesuai Dunia Nyata?

Namanya film fiksi berarti ya semua yang ada di dalam film tersebut adalah fiktif. Hal yang sering dibahas dalam film fiksi adalah sesuai nggak sama dunia nyata, keakuratan baik sejarah atau apa saja dengan dunia nyata, tidak masuk akal, tidak menerapkan hukum fisika di dunia dan sejenisnya. Bahkan, khususnya film ilmiah, sering sekali mendapatkan rating buruk dengan alasan yang tidak masuk akal pula seperti tidak sesuai dengan dunia nyata. Padahal kan jelas bahwa itu adalah film fiksi. Kenapa bisa begitu?

Mari kita telaah apa itu definisi Film Fiksi?

Kita mulai dari apa itu Film. Film adalah salah satu karya seni bidang visual. Film juga dikenal sebagai gambar hidup atau foto bergerak. Hal tersebut dapat kita lihat pula di KBBI:

film n 1 selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop): gulungan -- yang disita itu berisi cerita sadisme; 2 lakon (cerita) gambar hidup: malam itu ia hendak menonton sebuah -- komedi;

Yang jelas, film adalah serangkaian gambar diam yang ketika ditampilkan pada layar akan menciptakan ilusi gambar bergerak karena efek fenomena phi. Gak tau fenomena phi? Cari di Google. Pada intinya fenomena phi adalah ilusi optic yang memaksa penonton untuk melihat gerakan berkelanjutan antar gambar diam yang berbeda secara cepat dan sekuensial atau berurutan.

Sedangkan fiksi adalah adalah cerita atau latar yang berasal dari imajinasi atau khayalan semata. Hal ini sesuai dengan arti fiksi yang ada dalam KBBI

fiksi/fik·si/ n 1 Sas cerita rekaan (roman, novel, dan sebagainya); 2 rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan: nama Menak Moncer adalah nama tokoh -- , bukan tokoh sejarah; 3 pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran

Karena imajinasi, kebenaran didalamnya tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata. Misalnya kebenaran dari segi hukum alam, logika, moral, agama dan sebagainya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata bisa saja terjadi di dunia fiksi. Dengan demikian, fiksi umumnya sebisa mungkin tidak hanya menampilkan tokoh yang merupakan objek nyata atau deskripsi yang akurat secara faktual.

Oleh karena itu, sebagai salah satu jenis karya seni yang berdasarkan imajinasi kreatornya, Film fiksi sama sekali tidak perlu sesuai dengan kehidupan nyata. Semua yang ada dalam film fiksi adalah fiksi. Semua yang ada dalam film tidak perlu masuk akal. Film tersebut juga tidak perlu ada pesan moral yang disampaikan. Tidak perlu bercerita tentang manusia. Jika ada wujud menyerupai manusia di dalam film, itu karena pembuatnya memang berimajinasi bahwa makhluk tersebut kebetulan adalah manusia. Pada intinya adalah, film fiksi adalah karya seni dimana kita harus menganggap kejadian dalam film tersebut sesuai dengan filosofi many world interpretation, dimana seluruh kejadian tersebut tidak terjadi di dunia kita atau universe kita.

Tanggapan buruk soal Film Fiksi yang tidak sesuai dengan dunia kita

Kita sering menemukan kan, salah satu alasan ketidaksukaan atau rating buruk banyak yang didasari alasan "tidak sesuai dengan dunia nyata", "tidak masuk akal" dan sejenisnya. Film Fiksi dengan genre sci-fi yang kebanyakan menjadi korban. Beberapa alasan Film Fiksi yang dicap buruk hanya dengan alasan seperti itu antara lain :

1. Semua adegan di luar angkasa yang ada bunyi suara. Memang dalam dunia kita, luar angkasa sana tidak ada medium yang bisa mengtransmisikan suara karena ruang vacuum jadi suara sebenarnya tidak bisa didengar. 
2. Alien yang datang ke bumi dan kemudian memangsa manusia. Karena dalam dunia kita, semesta itu luas sekali. Logikanya adalah makhluk planet lain setidaknya harus mempunyai teknologi yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan melebihi kecepatan cahaya untuk bepergian antargalaksi dengan cepat dan efektif.
3. Makhluk yang entah itu manusia atau bukan namun bisa bernafas di luar angkasa. Padahal dalam dunia nyata, jika memang manusia, perlu oksigen untuk metabolisme tubuh. 
Thanos bicara dengan Tony Stark. Kenapa di luar angkasa bisa bicara dan bernafas? Anngap saja atmosfer disana mirip bumi ya

4. Adegan yang bertemakan kesehatan, misalnya saja cangkok organ. Jadi ada beberapa film dimana terdapat adegan mau cangkok jantung, dan lokasinya ada di padang pasir. kalau ini kejadian di dunia nyata, 100% kedua duanya pasti mati karena tidak dilakukan di ruang higienis dan belum tentu tidak ada penolakan organ.
5. Ketika perang, suara pemimpin bicara secara biasa terdengar oleh semua pasukan tanpa memakai pengeras suara apapun. Jelas hal ini tidak akan mungkin terjadi di dunia nyata, sholat berjamaah di masjid yang jarak kita ke imam gak lebih dari 10 meter saja terkadang tidak dengar.

Tanpa toa, suara pimpinan bisa terdengar sejauh-jauhnya

6. Bahasa Inggris adalah bahasa sejuta umat. Mau itu orang Yunani, sampai alien, mereka menggunakan Bahasa Inggris. Kenapa tidak menggunakan bahasa mereka?

Tentunya gak akan pernah selesai jika saya sebut satu-satu. Apalagi jika itu sinetron Indonesia yang mana konsep tidak pernah dibuat matang. Tapi sudah paham kan? Film yang menyalahi logika di dunia jarang yang mendapat review bagus.

Padahal, apabila diperhatikan lebih detail, banyak film yang  sebenarnya menyalahi logika yang ada di dunia kita. Kita sebut salah satu adegan dalam film Interstellar, pada adegan terbakarnya lahan jagung yang sebenarnya tidak logis, namun Christopher Nolan secara sadar dan sengaja tetap menampilkan adegan itu. Lalu orang yang menonton tidak merasa janggal?

Ladang jagungnya masih hijau, tapi mudah sekali terbakar

Jika itu khayalan, kenapa orang tetap menonton Film Fiksi?

Karena yang dicari dari sebuah tontonan adalah hiburan. Hiburan yang paling menyenangkan adalah menghayal alias berfantasi. Dengan fantasi kita bisa mendapatkan pengalaman akan sesuatu tanpa harus menjalaninya sendiri, menemukan berbagai hal baru yang di kehidupan nyata belum tentu ada atau bahkan tidak ada. 

Kalau mau mencari realita, tidak perlu nonton film. Kita udah menjalaninya setiap hari. Berbicara kehidupan sehari-hari pun yang namanya manusia juga tidak lepas secara total dari ketidakrasionalan diri dan dunia, dan itu sah-sah saja.

Apakah layak sebuah Film fiksi mendapatkan review negatif hanya karena 'tidak realistis'?

Sebuah karya seni fiksi, tidak peduli seberapa realistisnya hingga konsep yang ada di dunia tersebut 100% sama dengan dunia kita, tetap saja hal itu tidak terjadi di dunia kita. Film sebagai seni hanyalah pelarian kita akan ketidaksempurnaan dunia dan seharusnya menjamin kebebasan didalamnya. Sehingga, sebuah film tentu tidaklah layak bila dikritik menggunakan pendekatan realisme.

Saya pribadi sangat tidak masalah jika sebuah film menyalahi logika yang ada di dunia kita. Bagi saya pribadi, sebuah film semakin bagus jika imajinasinya semakin liar, semakin jauh dari hukum dunia kita, semakin banyak penciptaan makhluk baru yang tidak terinspirasi dari makluk yang ada di dunia kita, cara kerja dunia yang semakin jauh dari dunia kita. 

Film itu dalam dunianya punya 'aturan-aturan' sendiri seperti punya logika sendiri, punya hukum sendiri, punya cara kerja dunianya sendiri. Maka hal tersebut harus konsisten. Pada awal film seharusnya dijelaskan "aturan-aturan" yang berlaku di dunia film itu, dan filmnya harus menuruti aturan itu. Maka yang harus dipermasalahkan seharusnya adalah apabila sebuah film menyalahi aturan-aturan yang ditetapkannya sendiri apalagi untuk tujuan yang sangat memaksakan diri. Itulah yang disebut plot hole.

Author: Mahendrayana Setiawan Triatmaja

0 comments