Ada loh launching product yang selalu ditunggu bahkan oleh orang yang sudah pasti nggak akan beli langsung. Iphone dari dulu selalu dinantikan dan dibahas berhari-hari tiap kali launching product. Yang dibahas juga bukan hanya fiturnya, harganya, namun hingga cara memasarkannya termasuk gaya copywriting. Memang se-spesial apa sih cara marketing iPhone?

Apple simbol status

Layaknya barang yang mahal, iPhone bukan hanya menjadi sebuah barang. Iphone juga sebagai simbol status. Tetapi jika hanya sebagai barang mahal sebagai simbol status kenapa pilih iPhone? Ada banyak sekali smartphone yang harganya jauh berkali-kali lipat daripada iPhone, misalnya saja Vertu. Vertu adalah produsen dan penjual telepon seluler mewah yang  konsep produk dan strateginya sama dengan jam tangan Rolex (menggunakan material dari emas, perak, safir, batu delima, dan material mewah lainnya dan dijual dengan harga tidak masuk akal).

Mungkin belakangan image iPhone sebagai status simbol sudah berkurang. Tetapi ada masanya iPhone diidentikan dengan barang mewah atau aksesoris yang menunjukan status. Di saat kumpul bersama teman-teman semisal acara buka bersama, disaat semua sedang membuka smartphone masing-masing, tentu saja yang paling menjadi perhatian ya pengguna iPhone. Karena inilah banyak hal yang terlintas di pikiran mengenai fenomena iPhone yang mungkin masih terjadi hingga sekarang ini.

“wah udah sukses nih, pake iPhone”
“bukan, ini HDC”

Mengapa iphone jadi simbol status?

Kita samakan persepsi dulu apa itu simbol status. Simbol status adalah lambang atau atribut tertentu yang digunakan oleh seseorang sebagai pembeda dari yang lain dan sebagai penunjuk dari posisi sosial seseorang, indikator status ekonomi atau sosial. Simpelnya adalah punya barang ini = orang kaya, walaupun sebenarnya belum tentu juga. Jika membicarakan barang sebagai simbol status, mari kita ingat kembali apa barang yang pada saat kita kecil menjadi simbol status. Pada masa itu, jika ada yang punya barang tersebut maka dia adalah anak orang kaya.

Lalu faktor apa yang membuat barang-barang tersebut bisa menjadi simbol status? Tentu saja faktor pertama adalah harganya yang mahal karena secara logika hanya orang mampu yang bisa beli. Tapi jika dibilang faktor mahal adalah penentu, kenapa nggak vertu? Tapi coba kita lihat, mana yang lebih familiar sebagai barang mewah?

Mass Brand vs Luxury Brand

Sebelum kesana, kita bahas Mass Brand dan Luxury Brand. Mass Brand adalah brand yang membuat produk secara masal dengan kualitas yang sesuai antara fungsi dan costnya. Sedangkan Luxury Brand adalah brand yang membuat produk dengan kualitas terbaik, mengutamakan detail dan craftmanship. Vertu adalah Luxury Brand, Rolex adalah Luxury Brand, Gucci juga Luxury Brand, dan masih banyak lagi dan kebanyakan dari Luxury Brand adalah produk fashion walaupun ada produk selain itu, misalnya produk otomotif.

Sedangkan iPhone sebenarnya termasuk Mass Brand tetapi dalam membuat produknya tetap menganut sebagian prinsip-prinsip mendasar dari Luxury Brand. Bahasa kerennya adalah Masstige atau Mass Prestige. Strategi pemasaran yang utama dari produk Masstige adalah dengan memproduksi barang sebanyak mungkin, merekayasa agar merek tetap terasa bergengsi sambil mempertahankan keterjangkauannya bagi konsumen massal namun masih menjaga harga relatif tinggi. iPhone bukanlah barang mewah namun tetap terasa atau dianggap mewah untuk golongan masyarakat kelas bawah atau menengah sehingga tetap dapat digunakan sebagai simbol status untuk penggunanya.

Apakah hanya terjadi di Indonesia?

Sebenarnya hal tersebut tidak terjadi di Indonesia saja, namun di seluruh dunia. Lebih tepatnya terjadi di negara dimana iPhone itu mahal yaitu di negara-negara berkembang misalnya Indonesia. Orang-orang yang membeli iPhone untuk tujuan simbol status ini kebanyakan memang orang kelas bawah atau menengah yang dari penghasilan cukup untuk membeli iPhone walaupun dengan cara kredit dan memang belum mempunyai simbol status beneran yang superfisial seperti rumah atau mobil sehingga mencari simbol status termahal yang mampu mereka beli.

Bagaimana Apple membangun konsep premium?

Ok iPhone harganya mahal sampai ia bisa jadi simbol status. Tapi Samsung Galaxy Fold dsb. Sebenarnya juga tidak kalah mahal bahkan melebihi dari harga iPhone tapi sulit bahkan tidak bisa digunakan sebagai simbol status. Hal tersebut karena dalam marketingnya, Apple menjanjikan sesuatu hal yang tidak disediakan oleh pesaingnya, yaitu EKSKLUSIVITAS. Kemudian, target segmen pasar mereka pun hanya satu yaitu kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah dan diatasnya.

Pernah mendengar Apple menjual dengan spesifikasi low-entry level? Sebaliknya, mereka konsisten dan fokus untuk menjual segmen flagship. Dengan hanya satu segmen pasar tersebut itulah, status sosial terbentuk menjadi personal branding. Smartphone Android terdiri dari banyak brand, seperti Samsung, Oppo, Xiaomi, Realme dll. Di setiap brand juga ada segmennya seperti entry level, mid range, hingga flagship sedang iPhone tidak. Bagi mereka yang bukan tech enthusiast akan menganggap Samsung Galaxy A03 dan Samsung Galaxy Z Flip 4 5G adalah smarphone Android seperti layaknya Android yang lain. Tetapi iPhone, walaupun relatif terjangkau di masa ini seperti iPhone SE atau X akan dilihat sebagai brand yang lebih premium. Inilah yang disebut The Power of Branding.

Tidak dipungkiri bahwa teknologi Apple, apapun produknya merupakan teknologi yang terbaik di kelasnya. Dari segala sisi, hampir semua pesaingnya kalah. Mungkin, saat ini para pesaingnya dapat menyusul ketertinggalan. Namun, tetap saja kualitas teknologi yang di-create oleh Apple menjadi trendsetter bagi para pesaingnya. Mulai dari teknologi hardware seperti touchscreen, layar, chipset dan yang masih sulit ditandingi adalah sektor kamera. Lalu software yang terkenal stabil yaitu iOS. Satu-satunya yang tertinggal hanya di sektor baterai. Itupun sebagai konsekuensi chipset yang digunakan memang memerlukan power-supply yang maksimal sehingga harus ada yang dikorbankan untuk menciptakan performa yang terbaik. Kalaupun memang beli hanya untuk status, kita pun merasa ‘wortid’ sekaligus dapat paket teknologi yang mumpuni.

Launching Product ala Apple

Lalu selanjutnya adalah cara Apple berkomunikasi dan memasarkan produknya. Coba lihat materi komunikasi dari iklan-iklan Apple mulai dari tampilan visual hingga headlinenya. Mereka tidak pernah menampilkan spesifikasi seperti megapixel, RAM, prosesor sebagai komunikasi mereka seperti layaknya smartphone Android. Tetapi bagaimana produk-produk mereka bisa membantu pekerjaan dan memberikan experience yang luar biasa kepada konsumen. Harga yang premium menuju kepada brand yang premium sehingga brand premium itulah yang ingin dirasakan konsumen yang ingin membeli produk Apple lainya.

Kenorakan pengguna iphone

Mungkin situasi sekarang mulai sedikit berubah dimana iPhone dan produk Apple lainnya sudah tidak dianggap barang premium seperti 5-10 tahun lalu. Harga iPhone sudah relatif terjangkau meskipun belum masuk dalam definisi murah. Namun harga segitu menjadi terasa cukup sebanding karena kita bisa mendapatkan 2 hal sekaligus yaitu teknologi yang cukup canggih dan prestige.

Tetapi ada faktor lain yang merusak image Apple sebagai barang status itu sendiri dan justru datang dari konsumennya, yaitu terlalu overproud atau norak. iPhone meski mahal namun tetaplah Mass Brand. iPhone termasuk ponsel rakyat di negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang, sama seperti Android di Indonesia, jadi sebenarnya biasa saja. Memang harga sebuah iPhone baru mahal cuma bukan berarti iPhone menjadi untouchables. Banyak sekali perusahaan leasing yang membuat karyawan bergaji UMR bisa mendapatkan iPhone terbaru sekalipun. Selain itu, banyak konsumen Apple yang mengatakan ponsel Android sebagai ponsel kaum jelata walaupun sebenarnya ada smartphone Android yang lebih mahal dari iPhone 14 Pro Max, sehingga muncul stereotype baru jika membeli iPhone = demi gengsi belaka.

iPhone memang superior secara fungsionalitas. Mulai dari kamera, kestabilan sistem operasi, keamanan dan matching software dengan hardware, kesederhanaan interface, dan fisik yang elegan. Banyak sekali gamers yang memilih iPhone untuk meningkatkan performanya. Sayangnya Apple selalu dengan sengaja melakukan penurunan performa atau nerf setiap kemunculan produk baru dan membatasi usia efektif produknya maksimal hanya sampai 4 tahun saja dan maksimal 5 tahun untuk bisa menggunakan OS terbaru. Itu adalah maksimal karena dalam praktiknya memang tidak sampai segitu. Setelah itu, produk hanya berfungsi sebagai smartphone biasa dengan nama besar Apple.

Tetapi mindset membeli iPhone sebagai barang status masih tetap ada sampai-sampai dimanfaatkan sebagian orang untuk berdagang khusus produk iPhone second hingga muncul produsen bernama HDC yang terkenal menjual supercopy iPhone. Bahkan yang tak kalah mencengangkan adalah adanya persewaan iPhone bahkan screenshot-an iphone. Apakah salah misalnya membeli karena ingin dianggap keren? Tentu saja tidak karena kebutuhan tiap orang berbeda-beda. Tetapi bagi saya, jika harus membeli barang apapun sebagai simbol status pastikan tetap berbasis fungsional. Misalnya dengan menggunakan produk simbol status, kita bisa terlihat bonafit di mata klien atau rekan bisnis yang pada akhirnya mendapatkan prospek untuk pekerjaan dan bisnis.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: